Tuesday, May 3, 2011

sebuah renungan di ruangan Interogasi..


di sebuah kantor polisi, duduklah seorang pria berumur 40-an dengan baju lusuh dan lengan terborgol. kemudian datanglah seorang petugas polisi dengan segelas kopi panas di tangannya yang segera duduk di depan pria berbaju lusuh tersebut. sambil menyalakan komputer yang ada di depan mejanya, polisi itu mulai mengajukan pertanyaan.


polisi : hey brengsek, siapa nama mu ?
pria : Anton

polisi : kenapa kau bisa ada di sini?
pria : karena kalian membawa ku kemari.

polisi : apa yang kau lakukan?
pria : aku merampok sebuah rumah

polisi : jadi kau mengakui perampokan itu?
pria : ya. aku yang melakukannya.

polisi : kenapa kau merampok rumah?
pria : karena aku harus makan

polisi : sebelum kau menjadi perampok, apa pekerjaan mu?
pria : aku seorang akuntan publik.

polisi : lalu kenapa kau bisa menjadi perampok?
pria : aku di pecat karena membongkar kasus korupsi atasan ku sendiri.

polisi : kau memang bodoh untuk melakukan hal tersebut. lalu apa yang kau lakukan?
pria : aku meminta perlindungan pada komisi maupun pihak berwenang dalam hal ini.

polisi : lalu apa yang mereka katakan?
pria : persis seperti apa yang bapak katakan sebelumnya.

petugas polisi itupun terdiam dan mulai meminum kopinya yang sudah mulai hangat.

polisi : lalu kemana semua uang mu?
pria : habis untuk semua proses perlindungan hak-hak dan bantuan dalam penegakan keadilan.

polisi : setelah uang mu habis, kau memutuskan untuk menjadi perampok?
pria : tidak ! aku menjadi supir angkot.

polisi : lalu apa yang terjadi ?
pria : aku selalu di bentak oleh pengendara lain karena berhenti untuk menurunkan penumpang.

polisi : kau memang mengganggu perjalanan mereka.
pria : benar, aku memang mengganggu seorang pengendara lain. namun aku membantu 12 orang yang tidak memiliki kendaraan untuk sampai di tujuannya.

polisi itupun kembali terdiam mendengar ucapan pria itu.

polisi : lalu kenapa kau berhenti menjadi supir angkot?
pria : karena aku muak dengan ucapan setiap pengendara yang terus mengeluh karena pekerjaan ku

polisi : setelah itu kau memutuskan untuk merampok?
pria : tidak ! aku menjadi pengamen jalanan

polisi : kenapa kau menjadi pengamen?
pria : karena aku ingin menghibur pengguna jalan agar lebih bersabar dan tidak terus mengeluh kepada supir angkot yang sedang mencari nafkah.

polisi : lalu mengapa berhenti menjadi pengamen?
pria : karena aku bosan di kejar-kejar polisi pamong praja dengan alasan menjaga keindahan kota.

polisi : lalu kau menjadi perampok?
pria : tidak ! aku menjadi juru parkir.

polisi : kenapa juru parkir?
pria : karena di sanalah aku dapat membantu orang kaya untuk memarkirkan mobil mewahnya agar tidak rusak saat diparkir. menjaga mobil mewahnya agar tidak dicuri.

polisi : lalu apa yang terjadi?
pria : Mereka tidak merasa dibantu. Mereka berfikir apa yang aku lakukan hanyalah gangguan, dan jika mereka memberikan sejumlah uang pada ku, mereka akan mengatakan hal tersebut adalah pungutan liar.

polisi : tapi mereka benar bukan? hal itu adalah pungutan liar.
pria : benar sekali. namun aku tidak dapat mengatakan hal yang sama terhadap setoran yang saya berikan kepada teman-teman bapak, anggota kepolisian, dengan dalih uang keamanan atau retribusi ketertiban. jika aku mengatakan hal tersebut sebagai pungutan liar, maka aku akan kehilangan pekerjaan sekali lagi.

keringat mulai terlihat di dahi petugas polisi tersebut. terlihat jelas adanya pertarungan batin antara nurani dan akal pikiran yang mengatakan bahwa ia masih anggota kepolisian.

polisi : kenapa berhenti menjadi juru parkir?
pria : karena aku mengatakan setoran sebagai pungutan liar kepada teman bapak. (anggota kepolisian) dan saya menolak untuk membayar

polisi : setelah itu kau menjadi perampok?
pria : benar.

polisi : kenapa kau memutuskan untuk menjadi perampok? kenapa tidak mencari saja pekerjaan halal lain seperti sebelumnya?
pria : Agar mereka yang memiliki kendaraan tidak menghina supir angkot yang mencari nafkah, agar mereka yang memiliki TV dapat melihat keadaan nyata di jalanan, agar mereka yang memiliki harta belajar untuk berbagi. Jika pekerjaan halal tidak bisa mengajarkan kebaikan pada mereka, maka saya patut mencoba pekerjaan haram untuk membuat negara ini lebih baik.

tidak sepatah kata pun keluar dari mulut petugas polisi yang menginterogasinya. 

polisi : apa kau punya keluarga?
pria : punya. istri dan dua anak putri.

polisi : kau pikir apa yang akan mereka katakan jika melihatmu seperti ini?
pria : mereka akan berterima kasih.

polisi : kenapa?
pria : karena saya dapat menyadarkan satu orang polisi agar dapat bertindak adil dan bijak dalam melakukan tugas nya.

polisi itu pun mulai menahan air mata dengan menarik nafas dalam-dalam

polisi : saya pun berterima kasih pada anda tuan.
pria : baiklah, tuntut saya sesuai dengan hukum yang berlaku. dan saya pun akan berterima kasih pada bapak karena telah melaksanakan tugas dengan baik sebagai polisi.

polisi itu pun akhirnya menangis. Baru kali ini ia merasa lebih rendah dari seorang perampok. Tidak semua kriminal adalah orang yang berhati busuk. masih ada diantara mereka yang duduk di kursi pesakitan karena telah kehabisan jalan untuk meneruskan hidup. Semoga keadilan dapat ditegakan di negara ini.

3 comments:

  1. like this *jempol* :)

    ReplyDelete
  2. Sayang Aparat hukum dinegri ini sudah tidak bisa melihat sebuah kebenaran,, karna mata hatinya telah tertutupi oleh harta dan tahta,,,,

    ReplyDelete